Mungkin ini kedengarannya seperti sebuah teori, tetapi aku melihatnya lebih kepada realita yang aku pun mengalaminya. Aku pernah suka pada penulis. Apa pun yang ia tulis selalu aku suka, meskipun sebelum aku mengenalnya aku tak suka model tulisan seperti yang ia tulis. Tapi karena suka dan cinta, rasa-rasanya apa yang ditulisnya selalu menarik untuk disimak. Secara tiba-tiba aku pun mempunyai kebiasaan menulis hal-hal yang seirama dengannya.
Aku juga coba perhatikan sekitar, banyak cewek yang rela mengorbankan waktunya demi mengikuti agenda sang pujaan hati. Misalnya pujaan hatinya suka bola, maka secara spontan, tak ada angin tak ada hujan si cewek akan dengan sukarela menjadi gila bola. Ia tonton pertandingan sepak bola, ia beli jersey sepakbola, kalau bisa selalu couple dengan pujaan hatinya, dst. Satu sisi itu seru. Tapi, terkadang juga berlebihan. Apalagi kalau di kemudian hari tiba-tiba keduanya tak lagi mampu mempertahankan komitmen sebagaimana kesepakatan awal. Maka semuanya akan diberangus habis, dibuang, dibakar, atau mungkin diberikan kepada siapa saja secara sukarela. Atau yang lebih parah masih terus saja dikenang meski tahu pujaan hatinya tak lagi mengingatnya.
Kecenderungan manusia yang saling mencinta memang lebih banyak sama. Tetapi yang menjadi masalah adalah tatkala salah satu dari keduanya atau bahkan dua orang yang telah berkomitmen menunjukkan sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan hati kecilnya. Hal itu akan menjadi bumerang suatu saat bila keduanya memutuskan untuk menjalani bahtera kehidupan bersama. Maka, sikap keterbukaan sangat diperlukan supaya tak ada konflik-konflik yang bisa jadi menjadi peretak rumah tangga. Betapa banyak topeng-topeng ditampilkan dengan begitu indah tatkala dua orang memutuskan untuk berkomitmen untuk terus bersama tiba-tiba saja renggang dan berakhir dengan perceraian di pengadilan hanya gara-gara salah satunya tak mau jujur dengan karakter yang sebenarnya atau keduanya sama-sama mengedepankan ego masing-masing.
Kesamaan itu wajar adanya selama keduanya juga mampu menerima perbedaan yang ada. Bagaimana pun, meski kembar sekali pun seseorang selalu punya ciri khas masing-masing yang individu lainnya mau tidak mau harus berkrompomi dengannya. Maka, akhirnya, semoga kita adalah dua yang mengerti satu sama lain, tak saling menyalahkan, tetapi saling melengkapi kekurangan dan menghargai perbedaan yang hadir di tengah-tengah kita.
M.Amin | 23 Jan 2017
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.